Kamis, 28 Desember 2017

RINDU ARAFAH



Arafah..........Cantik dan jelita nan indah auranya, Arafah aku menyebutnya, Arafah tak sekedar nama yg melekat padanya, Nama sebuah gunung yg menjulang tinggi di tengah padang pasir tanah suci makah karamah.Tempat yang sakral dan penuh kemuliaan, rentetan peristiwa yg layak di kenang sepanjang masa sebagai titah dalam kehidupan kita. Di tempat ini Nabi kita terakhir berfatwa, bersabda atasnama Tuhannya. di tempat ini lautan manusia bertatap muka atas dasar cinta menjalankan perintahNya, di tempat ini pula Nabi Adam dan Siti Hawa berjumpa mesrah nan bahagia setelah lama berpisah, merajut kembali ikatan cinta suci yang lama kering penuh dengan dahaga. Arafah banyak yg merindukan akan kemuliaan mu, banyak yg mengharapkan akan percikan berkahmu. Rindu malam Arafah, bersimpuh menundukan kepala meneteskan air mata memohon dengan ampunanNya. Tanpa Mu Ya Allah, aku bukan siapa-siapa, sebatas hamba yg penuh dengan keterbatasan, teteskanlah sifat AmpunanMu untuk proses menjalani ujianMu. Temukanlah hamba dengan hati dan nurani bahagia sebagai mana Nabi Adam menjalani bahtera rumahtangga penuh dengan suka cita.
Arafah Tetaplah kau jadi nama suci untuk bersimpuh bagi Alam Raya Ini.
31-08-17
#SelamatHariRayaIdhulAdha
#JanganLupaBahagia

BERKAH DAN SERAKAH

Dunia kerja dunia penguasa, siapa yang kuat dia yang dapat. Cara kerja tak lagi sehat semua diembat.Tak pandang dia saudara ataupun keluarga. Persaingan dunia kerja layaknya perebutan bola. Saling sikut penuh emosi level akut. Berjibaku cara yang keras, bercucuran keringat mengalir deras. Demi mengumpulkan lembaran kertas. Perjuangan kerja tak terukur bahkan sampai lembur. Memburu dan menggebu-gebu. Adu gengsi demi pundi-pundi materi dan eksistensi. Dunia kerja bak virus yang membius siapa saja yang mengendus maka akan tergerus. Dia tak sadar penghasilan semakin meningkat namun lalai akan zakat. Bukankah Agama mengatur cara kerja bernilai pahala, tak sekedar tujuan harta, tahta dan wanita. Bukankah Agama memberikan garansi tetap harus peduli sesama manusiawi. Hidup tak selamanya ni'mat atau sekarat. Hidup tak selamanya suka atau duka, bahagia atau sengsara. Proses hidup tak lama hanya sekejap mata. Kapan saatnya tiba masa ajalnya. Berdoa dan berusaha "Sandang Papan Pangan" menjadi jalan surgaNya terlindung dari murkaNya.
Anisul Fahmi
28-12-17

#JanganLupaBahagia

Selasa, 26 Desember 2017

SAMAWA BERUJUNG DERITA


Pernikahan tak lagi sakral ucap janji hanya sekedar seremonial. Kebahagiaan tak lagi rasakan, Kesengsaraan menjadi santapan. Ketenangan tergantikan, Kenyamanan terbinasakan. Tanggung Jawab tak lagi bisa menjawab. Komitmen membangun keluarga sirna entah kemana, sebab tak bisa mengatasi problem yang ada. Selingkuh dimana mana, nafkah tercecer begitu saja.
Sakinah semakin punah, Mawaddah menjelma sumpah serapah, Warrahmah menjadi gelisah. Ucap janji setia Komitmen belaka. Nikah tak lagi penuh Rahmat justru menjadi laknat.
Nikah tak lagi mendatangkan berkah justru malah bikin serakah.
Cinta yang terbagi penuh dengan alibi dihadapan istri atau suami. Mahar seperangkat alat sholat menjadi jalan memperalat. Cantik soal fisik. Jelita soal aura. Paras yang terlintas. Rindu akan semu. Nafkah sekedar materi tak berarti, tanpa dibarengi sentuhan ruhani. Nikah tak cukup dipusaran cinta, cita dan rasa. Tapi tanggung jawab sosial dihadapan manusia dan tanggung jawab moral dihadapan Tuhannya. Mampukah menghantarkan keluarga ke pintu surga dengan segala RidhaNya ataukah ke Neraka dengan segala murkaNya.

Anisul Fahmi
Ciputat 26-12-17

#JanganLupaBahagia

Manusia Yang Tak Manusiawi

Manusia yang katanya makhluk sosial ternyata individual.
Manusia kaya akan teoritis rasa manusiawi semakin terkikis.
Pangkat manusia semakin tinggi rasa dengki terus meninggi.
Populasi manusia semakin banyak rasa iba semakin tak tergerak.
Populasi perempuan semakin banyak, kekerasan semakin merambak.
Populasi laki-laki semakin sedikit, tanggung jawab semakin devisit.
Materi menjadi segalanya mengalahkan Tuhannya.
Makhluk sosial tipu muslihat jika niat kepentingan sesaat yang tak maslahat.
Tak usah bicara ikhlas kalau masih masih menindas.
Tak usah bicara kerja sosial kalau nyatanya cuma membual.
Manusia yang tak manusiawi sudahi tipu daya duniawi.

Anisul Fahmi




Ciputat 24-12-17

BICARA ATAU DIAM

Ilmu minim banyak bicara ilmu memadahi banyak alpa.
Semakin banyak bicara semakin pula ia dipercaya benar adanya.
Kapasitas ilmu itu soal belaka yang penting retorika membius banyak mata.
Tak peduli salah atau benar asal audiens menilai pintar. Belajar dengan instans baginya sudah mapan.
Merasa pintar semakin lupa sadar akan belajar. Merasa mampu semakin lupa sadar akan kurangnya ilmu.
Disisi lain banyak ilmunya namun tak cakap berbicara dengan kaya akan bahasa.
Bisa saja dia tak ada relasi menuju ke sana. Atau karena sibuk mencari suaka untuk ekonomi keluarga.
Bukan kah banyak bicara banyak lupa sehingga berbuat dosa ?
Berdosa jika banyak berbicara tak berdasarakan kebenaran yang ada.
Diam tanpa menyadarkan akan kebatilan hakikatnya dia membiarkan.
Di zaman penuh dengan caci maki masih saja berdiam diri tanpa peduli.
Di zaman yang penuh semu tak lagi harus rendah hati untuk berbagai Ilmu. "Berkatalah baik, benar dan maslahah jika tak mampu lebih baik diam dari pada bikin fitnah". 
Anisul Fahmi
07-12-17

#JanganLupaBahagia

GOTONG ROYONG OMONG KOSONG

Sifat acuh tak acuh kerap terjadi dimana-mana tak hanya di kota bahkan sekarang menjalar di desa. Individual dan cenderung menutup diri baginya nyaman, aman tanpa beban bebas dari belenggu ocehan. Masa bodoh dan tak mau tau di sekitar lingkungan olehnya menjadi jalan pikiran. Kehidupan diluar lebih nyata dibanding kehidupan disekitar mereka. Dunia maya menjadi hakikat hidupnya tanpa peduli dunia yang hadir didepan mata. Sibuk keliling dunia namun lupa akan tetangga. Sibuk silaturrahim tanpa rupa namun ia lupa mengabaikan jumpa dan sapa dengan tetangga. Yang katanya makhluk sosial ternyata makhluk individual. Yang katanya makhluk gemar gotong royong ternyata omong kosong.
Ia lupa kalau nabi bersabda "sebaik-baiknya tetangga ialah yang berbuat baik kepada tetangga sebaik-baiknya sahabat ialah yang yang berbuat baik kepada sahabat"
Anisul Fahmi

06-12-17

SEHAT ?

Perkembangan dunia medis cepat melesat. Pengobatan semakin canggih. Tenaga medis dan praktisi kesehatan berjibun tak terhitung. Pendirian rumah sakit dan klinik menjamur dan terukur melayani segala umur mengobati penyakit berbagai unsur. Pemerintah menjamin kesehatan akan keselamatan demi berlangsungnya tatanan, benarkah anak cucu negeri menikmati ? Ataukah hanya ilusi ? Fenomena yang terjadi masih disana sini hak kesehatan terkekang soal materi. Ketimpangan sosial dan ekonomi semakin kentara dan terasa dimata rakyat jelata, tradisi buruk pengelompokan berdasarkan penghasilan semakin jelas dan lugas.
Potret buram kesehatan semakin runyam.
Bicara sehat bicara soal isi kantong tak sekarat. Masihkah ada kerja-kerja sosial dengan tulus dan terus menerus tanpa ada niat mengendus ?.
Anisul Fahmi
04-12-17

#JanganLupaBahagia

RUMAH MEWAH KELUARGA PUNAH

Zaman edan semua menjadi tak beraturan dan tak karuan.
Rumah mewah keluarga saling pisah.
Rumah minimalis keluarga beradu sinis.
Rumah penuh laknat tak lagi rahmat.
Rumah menjadi sebab emosi caci maki.
Rumah tak lagi teduh saling menuduh.
Rumah penuh curiga saling tak percaya.
Rumah mewah penghuni malah serakah.
Keluarga tak lagi menjadi saudara.
Saudara tak lagi menjadi keluarga.
Tak lagi menjadi saudara keluarga.
Hidup tanpa silaturrahmi lebih berarti.
Rumahku surgaku rumahmu nerakamu.
Rumahmu surgamu rumahku nerakaku.
(JAMAN EDAN ORA EDAN ORA KEDUMAN)
Anisul Fahmi
01-12-17

#JanganLupaBahagia

GELAR DUNIA HATI FANA


Gelar semakin menggelegar malah semakin liar gelar semakin tinggi justeru hilang Peduli.
Akal sehat tak manfaat malah bikin sesat akal sehat tak berguna justeru bikin guna-guna.
Akal waras yang tak selaras akal waras yang tak membekas.
Hati nurani suci tergantikan pundi-pundi materi, hati nurani yang tulus mengendus demi fulus.
Etika tak lagi ada, emosi semakin membabi buta.
Yang katanya pendidik tapi mengapa menghardik ?
Yang katanya humanis tapi mengapa bersikap bengis ?
Yang katanya mengajak tapi mengapa menginjak ?
Yang katanya ilmuan tapi mengapa ajarkan tipuan ?
Dimana hilangnya hati Qur'ani atas titah sang nabi, goresan tinta sabda nabi tak lagi ada di hati. 

Anisul Fahmi
30-11-17

Sabtu, 25 November 2017

Pancasila Rahmat atau Laknat !!!


Pancasila Rahmat atau Laknat !!!
Oleh: Anisul Fahmi

Seminar/Diklat bertemakan Pancasila, tak terhitung dan riuh bak layaknya hiruk pikuk pasar tradisional Indonesia. mulai dari instansi pemerintah sampai institusi agama bersatu padu menyuarakan "NKRI HARGA MATI PANCASILA IDEOLOGI NEGARA" namun hasrat gegap gempita tanpa syarat makna seolah agenda seremonial semata. Komitmen Pemerintah dengan semangat nan bergelora tak dibarengi dengan penghayatan ruh Pancasila menjadi ruang hampa. Tak beda bagaikan wanita cantik jelita tanpa etika. Basis Epistemologi Pancasila luas seluas Indonesia, Ontologi Pancasila kuat Sekuat Garuda, Aksiologi Pancasila Indah se Indah Pulau Nusantara.
Ruh Pancasila tamat seakan kiyamat begitu dahsyat ulah para pejabat pemakan uang rakyat yang katanya sudah adat. makna Pancasila lepas begitu saja ditangan Pemuka Agama tanpa alpa. Etika berbangsa dan beragama tak lagi nyata hanya polesan semata. Krisis nasionalisme terus menggerus bangsa, negara dirundung konflik hanya soal kepentingan belaka, konflik faham agama selalu hadir ditengah keluarga, pusaran konflik sektarian dan gerakan radikalisme selalu menyapa. Tak kalah tragis gaya hidup anak muda yang hedonis dan apatis.
Pancasila hadir sebagai rahmat bukan laknat Pancasila Humanis tak bengis Pancasila merangkul tak memukul Pancasila mengajak tak mengejek Pancasila mendidik tak menghardik. Peran pemuda sebagai ruh perjuangan bangsa dan Agama harus mampu mengamalkan akan nilai-nilai pancasila. yakni kemerdekaan, kedaulatan, keadilan, kecerdasan dan memakmurkan bangsa Indonesia dalam landasan kemerdekaan, merdeka dari rasa takut, merdeka dari kemiskinan, merdeka dari kebodohan dengan semangat Bhineka Tunggal Ika pemuda mampu berkarya demi terciptanya Indonesia bersama.
Yakin dan optimis makna Pancasila masih kokoh menancap didada Kader Umat dan Bangsa selama Iman Islam dan Ihsan melindungi Kita. Sudahi air mata ibu Pertiwi, kita usap dengan senyuman penuh arti melanjutkan misi, ratapan dan tetesan Air mata para pejuang bangsa di alam baka kita ganti dengan semangat kerja nyata sebagai bukti bakti cinta negeri. Tanamkan cinta Indonesia cinta akan Bangsa cinta akan Agama cinta Akan Ulama.
Matraman 25 Nopember 2017

Salam Anisul Fahmi
Penikmat Kopi 

Degradasi Makna Pancasila Bagi Pejabat dan Pemuka Agama


Degradasi Makna Pancasila Bagi Pejabat dan Pemuka Agama
Oleh: Anisul Fahmi*

Tepat pada hari Jum’at 17 Agustus 1945 atau bertepatan tanggal 9 Ramadhan 1364 H Ir. Soekarno membacakan naskah Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diketik oleh Sayuti Melik dan telah ditandatangani oleh Soekarno-Hatta. Sudah 72 tahun lamanya Indonesia merdeka.
Ideologi Pancasila
Pancasila sebagai ideologi berbangsa dan bernegara sangat menghargai keragaman, mencerdaskan bangsa dan memakmurkan bangsa Indonesia dalam landasan kemerdekaan, merdeka dari rasa takut, merdeka dari kemiskinan, merdeka dari kebodohan. Gagasan ideologis Pancasila yang demikian luhur sebenarnya telah tertananam dalam  sejarah bangsa ini, Pancasila terlahir dari khazanah masa lampau yang dalam praktiknya sebenarnya dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. 
Pancasila memiliki cita-cita universal yang hendak diperjuangkan yakni kemerdekaan, kedaulatan, keadilan, dan kecerdasan bangsa. Sebuah bangsa merupakan suatu karakter yang tersusun karena adanya persatuan nasib, karakteristik, perilaku dan nilai yang menjadi jati dirinya. Oleh sebab itu, antara satu bangsa dengan bangsa lain cenderung berbeda karena nasib dan nilai yang juga berbeda pula.
Buya Syafii Maarif dan Gus Dur memiliki pendapat bahwa bangsa Indonesia memiliki dasar kebangsaan yang kuat yakni Pancasila yang prinsipnya terdiri dari, Pertama ketakwaan pada tuhan tentu saja prinsip yang sangat otonom karena itu tidak boleh ada pemaksaan dalam hal ketakwaan, apalagi memaksakan harus memiliki keimanan yang sama dalam hal agama dan paham keagamaan. Kedua, Prinsip keadilan yang merupakan landasan kebangsaan paling krusial, sebab yang terjadi keadilan hanya sebatas retorika politik, bukan praksis kehidupan, keadilan masih berpihak pada yang berpunya dan berpendidikan sementara yang miskin dan bodoh tidak mendapatkan keadilan, yang terjadi kesenjangan sosial di mana-mana. Ketiga, Prinsip keadaban (keberadaban) prinsip ini mestinya menjadi prinsip berbangsa yang kuat sehingga dalam setiap irama kehidupan dilandaskan pada keadaban, dan bersedia menghargai perbedaan, menghargai keragaman, bukan kekerasan dan saling menjatuhkan. Keempat. Kesejahteraan. Inilah prinsip dasar kebangsaan, sebab kesejahteraan untuk semua warga negara secara merata bukan terhenti pada segelintir orang dan kelompok yang dekat dengan lingkungan kekuasaan saja. Kelima, kebebasan menjadi dasar kebangsaan ternyata masih sebatas kebebasan retorika politik bukan kebebasan asasi warga negara. Demokrasi yang semestinya menjadi mekanisme dan metode menuju masyarakat yang terbuka, adil, sejahtera dan beradab seringkali dipaksakan menjadi idelogi tertutup, dan diskriminatif. 


Degradasi Moral Politik
Sejak Indonesia merdeka, sebenarnya kita telah memiliki dasar moral yang bersumber dan berakar dari nilai-nilai bangsa ini sejak dahulu. Nilai moral itu terdapat dalam agama, kepercayaan, adat istiadat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya nilai-nilai moral tersebut sebagaimana yang dimaksud termaktub dalam panacasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia yang telah dihasilkan dari berbagai rentetan sejarah baik yang terjadi sebelum mupun sesudah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 terangkum dan terumuskan dalam kelima sila dari Pancasila.
Ideologi murni pancasila seringkali hanya berjalan dalam retorika politik belaka, tak pernah teraktualkan dalam nilai-nilai kehidupan, pejabat dan pembawa misi amanat rakyat sekaligus aktor legislasi cendrung acuh akan nilai-nilai pancasila bahkan mereka hanya memperjuangkan kepentingan pribadi dan kelompoknya, kebijakan yang tak bernilai maslahat justeru bikin rakyat sekarat. Belum lagi krisis nasionalisme terus menggerus bangsa ini, negara dirundung konflik primordial, konflik faham agama, konflik sektarian dan gerakan radikalisme. Tak kalah tragis gaya hidup anak muda yang hedonis, apatis, dan permisif. Doktrin korupsi kolusi dan nepotisme selalu menghampiri. Nilai luhur yang dibangun para pendahulu begitu saja hancur lebur hanya karena tak akur demi berebut uwur (uang/jabatan).
Di Indonesia tak kurang ahli agama dan intelektual muda menjadi pejabat birokrat yang mengabdi atas nama bangsa, negara dan agama, namun tak banyak yang mengamalkan nilai-nilai agama dan Pancasila, kesadaran hati yang tertutup ketulusan niat yang tergadaikan begitu saja.
Jadilah ahli agama, pejabat yang pencipta, pengabdi pengamal nilai-nilai agama dan pancasila. Ilmu tak cukup tanpa amal, amal tak bisa tanpa ilmu, ilmu dan amal tak selaras tanpa niat yang baik, dengan Ilmu dan Amal serta niat yang baik kelak bermanfaat untuk masyarakat dan maslahat untuk umat, Bangsa dan Negara.
Dirgahayu Republik Indonesia Jayalah Indonesiaku Jayalah Negeriku.

·  Penulis Dilahirkan di Desa Dumeling, Wanasari Brebes, sekarang sedang menempuh Program Pascasarjana STAINU Jakarta, Kosentrasi Sejarah Kebudayaan Islam. Ketua Umum KPMDB Jakarta 2015-2016.




Rabu, 18 Oktober 2017

Hilangnya Kultur Politik Daerah






Hilangnya Kultur Politik Daerah
Oleh: Anisul Fahmi*


Demokrasi memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan manusia dalam kontrak sosial. Demokrasi menempatkan manusia sebagai pemilik kedaulatan yang kemudian dikenal dengan prinsip kedaulatan rakyat oleh karena itu dalam negara demokrasi, kebebasan berekspresi dan berkumpul dijamin oleh konstitusi, hal tersebut sebagaimana diamanatkan UUD 45.

Partai Politik Sebagai Pilar Demokrasi
Sebagaimana pendapat Jimly Assidique dalam bukunya “Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi” mengutip pendapat Robert Dahl, ada delapan syarat jaminan bersifat konstitusional dalam tegaknya demokrasi; pertama, adanya kebebasan untuk membentuk dan mengikuti organisasi; kedua, adanya kebebasan berekspresi; ketiga, adanya hak memberikan suara; keempat, adanya eligibilitas untuk menduduki jabatan publik; kelima, adanya hak para pemimpin politik untuk berkompetisi secara sehat untuk merebut dukungan dan suara; keenam, adanya tersedianya sumber-sumber informasi alternatif ; ketujuh, adanya pemilu yang bebas dan adil; dan kedelapan, adanya institusi-institusi untuk menjadikan kebijakan pemerintah tergantung pada suara-suara (pemilih rakyat) dan ekspresi pilihan (politik) lainnya.
Partai politik mempunyai posisi dan peranan yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Dengan demikian kehadiran partai politik sejatinya sangat erat hubungan antara rakyat dengan penguasa, yaitu dari yang semula mengenyampingkan peran rakyat, menjadi rakyat sebagai aktor dan menjadi poros penting, jangan sampai godaan politik demokrasi sekular menjalar ditubuh partai politik.  
Sejak partai politik ditasbihkan sebagai salah satu pilar demokrasi. Pengukuhan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Tidak hanya itu, seperangkat peraturan perundang-undangan lainnya turut memposisikan partai politik pada posisi sentral. misalnya, UU Pemilu Legislatif, Pilpres, Pilkada, dan lainnya. Di samping itu, kewenangan DPR untuk melakukan uji kelayakan bagi calon pejabat negara, secara tidak langsung juga merupakan realitas atas strategisnya posisi partai politik dalam sistem perpolitikan di Indonesia.
Pada bagian penjelasan umum Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tentang partai politik tertulis bahwa  partai politik sebagai pilar demokrasi perlu ditata dan disempurnakan. Penataan dan penyempurnaan partai politik diarahkan pada dua hal utama, yaitu, pertama, terbentuknya budaya politik demokratis dan maksimalisasi fungsi partai politik. Tak cukup itu Partai politik disebut sebagai pilar demokrasi harus tunduk pada kejujuran, rela berkorban terbuka dan adil. Jika tidak, maka partai politik tak lebih dari sekadar tiang keropos nan rapuh sewaktu-waktu bisa ambruk menghujam bumi, rakyat bisa sekarat karena kebijakan yang tak pro rakyat.

Hilangnya Ideologi Partai Politik

Peranan partai politik hadir untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat, nilai-nilai (ideologi) menjadi landasan utama dan arah gerak partai dalam memperjuangkan tujuan dan cita-cita politik partai. Kedudukan ideologi partai pada intinya memiliki posisi yang sangat penting dalam memetakan basis perjuangan partai-partai politik, karena tak mungkin dapat memahami cara pola berpikir, bersikap, dan bergerak tanpa memahami struktur ideologi politik yang membangunnya.
Hal semacam ini menjelaskan  bahwa eksistensi ideologi sangatlah penting dalam partai politik, dan ideologi pula yang menjadi instrument partai politik dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang ideal dan bersinergi. Selain itu pula dengan ideologi maka akan nampak jelas visi dan misi dari partai yang ingin diwujudkan, program-program apa saja yang akan dicanangkan dan disosialisasikan ke masyarakat, pola dan orientasi politik seperti apa yang akan dibentuk, dengan nilai-nilai seperti apa perjuangan akan dilakukan.
Masalah yang sangat prinsipil yang terjadi pada partai di Indonesia saat ini ialah hilangnya peranan ideologi sebagai landasan pemikiran dan perilaku politik partai, sehingga berakibat pada tidak jelasnya identitas suatu partai politik, dan tak bisa lagi mengidentifikasi penggolongan ideologi partai jika berdasarkan gerakan politik (political movement). Tak ayal peran ideologi dalam partai politik sekarang tidak lebih hanya sekedar “aksesoris” belaka yang melekat sebagai penghias pada partai tanpa memiliki peranan yang begitu penting dalam menentukan pemikiran dan perilaku politik partai dalam pengambilan kebijakan partai.

Hilangnya Kultur Politik Daerah

Demi terciptanya pemerintahan yang check and balance, partai politik harus memiliki sistem seleksi dan rekrutmen keangotaan yang memadai serta mengembangkan sistem pengkaderan dan kepemimpinan politik yang kuat dan memaksimalkan fungsi partai politik terhadap rakyat melalui pendidikan politik dan pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif demi terciptanya kader-kader politik yang mampu membawa perubahan demi kemaslahatan rakyat di daerah masing-masing.

Apalagi pemerintah telah menaikkan dana bantuan untuk parpol dari Rp 108 menjadi Rp 1.000 per suara sah. Angka matematis yang fantastis jika dikalihkan, partai politik yang diharapkan jika tak mampu menjalankan tujuan maka petaka bagi daerah-daerah yang masih tertinggal dalam strata sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan.

Belum lagi perihal kader politik yang tak mampu membaca kultur politik daerah, tak cukup sekedar militan, loyalitas tinggi dan komitmen kuat, tapi sangat dibutuhkan pula kader politik yang mampu membaca secara matang, cermat kultur politik daerah dan memahami potensi, kebutuhan daerah. karena budaya, sejarah dan nilai-nila lokalitas tak pernah lepas dalam tatanan masyarakat. Secara ideal pendidikan para kader politik harus bernafaskan primordial dengan kultur budaya setempat tanpa melupakan jati diri ideologi partai politik.     




*Penulis Dilahirkan di Desa Dumeling, Wanasari Brebes, sekarang sedang menempuh Program Pascasarjana UNUSIA Jakarta, Kosentrasi Sejarah Kebudayaan Islam. Ketua Umum KPMDB Jakarta 2015-2016.

Rabu, 12 April 2017

Panggung Rakyat Bukan Panggung Pejabat


Sekumpulan pemuda perantau brebes berduyun-duyun menghadiri undangan umum pementasan lakon Rara Dumeling, di Taman Mini Indonesia Indah (TMMI), Jakarta.
Drama folklore (cerita rakyat) yang diangkat dari kisah legenda seorang wanita asal Brebes yang sangat anggun dan bertengger di samping kedigdayaan suaminya Bupati Brebes Pusponegoro II. Melalui sosok yang diperankan gadis asli Brebes itu, peran kesetaraan gender seorang perempuan diperlihatkan. Sebagai istri ampil, Rara Dumeling menunjukkan eksistensinya sebagai pendamping  Bupati Pusponegoro II dalam memberikan spirit perjuangan di tengah kecamuk perang melawan tentara kolonial. Kemudian dia diungsikan oleh suaminya ke Desa Pesantunan Kecamatan Wanasari hingga akhir hayatnya, dan dimakamkan di Desa Dumeling.
Pentas kolosal yang mengkolaborasikan unsur tari, teater, dagelan khas Brebesan semakin harmoni dengan musik karawitan menambah kerinduan kami kepada kampung halaman. Seakan-akan kami hidup dan turut serta dalam sejarah yang coba disuguhkan.

“Pentas kolosal yang mengkolaborasikan unsur tari, teater, dagelan khas Brebesan semakin harmoni dengan musik karawitan”

Perubahan Agenda Acara
Acara yang dalam undangan tertulis berakhir pukul 14.30 WIB terpaksa diakhiri karena alasan keterbatasan tenaga Bupati Brebes Hj Idza Priyanti SE yang terlalu lelah selama perjalanan Brebes-Jakarta. Usai pementasan yang seharusnya diagendakan ramah tamah antara Bupati Brebes dan komunitas-komunitas perantau bubar begitu saja.
Anisul Fahmi, Ketua Umum KPMDB Jakarta mengutarakan kekecewaannya karena gagal audiensi dengan bupati dan segenap SKPD, “Saya dan kawan-kawan KPMDB Jakarta kecewa karena di undangan tertulis agenda audiensi, tapi tetap kami meminta waktu untuk audiensi bersama Bupati, kami punya hak untuk mengkritisi birokrasi dan berdiskusi,” ujar Anis mahasiswa Pasca Sarjana STAINU Jakarta.
Rencana Gagal Pentas
Tidak hanya itu, para mahasiswa Brebes yang tergabung dalam organisasi primordial KPMDB (Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah Brebes) Jakarta yang sudah mempersiapkan beberapa aktor kawakannya juga tidak mendapat space ruang untuk berapresiasi dalam acara tersebut. Beberapa hari sebelum acara, dari pihak KPMDB sudah meminta izin kepada Kepala Disbudpora Kab. Brebes. Bapak yang akrab disapa Pak Wijan tersebut tandas menghaturkan permohonan maaf karena wilayah Pemda Brebes hanya pada tekhnis pementasan drama saja.
“Dengan sangat menyesal, untuk wilayah di luar pementasan Dewi Rara Dumeling bukan wilayah kami, untuk urusan selebihnya butuh persetujuan beberapa pengelola pusat Jateng,” ujar Wijan.
Satu jam setelah acara KPMDB Jakarta masih bersikeras untuk unjuk gigi berikut persiapan yang sudah matang. Beberapa menit sebelum acara, mereka dihubungi segera bersiap-siap make up dan properti di belakang panggung. Hanya saja, tidak lama setelah itu, mereka harus dirundung duka karena ternyata perihal space kosong itu dibatalkan.

KPMDB Jakarta Kumpulkan 32 Kantung Darah Untuk Aksi Kemanusiaan


Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah Brebes (KPMDB ) Wilayah Jakarta bekerjasama dengan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Fakultas Pertanian Univesitas Muhammadiyah Jakarta, Selasa kemarin (12/42016) adakan aksi kemanusiaaan dengan kegiatan sosial donor darah.
Aksi yang diselenggarakan di Aula Rektor Universitas Muhamadiyah Jakarta (UMJ), Ciputat Tanggerang ini, berhasil mengumpulkan 32 kantong darah dari 67 orang yang mendaftarkan diri sebagai pendonor.
Kegiatan sosial donor darah yang mengambil tema “SaveYour Blood, untuk Indonesia yang Lebih Baik” ini juga menjadi peluang bagi Bidang Kekaryaan dan Kewirausahaan KPMDB Wilayah Jakarta dalam mempromosikan dan menjual hasil karyanya dalam bentuk aksesoris untuk kaum wanita kepada setiap pendonor wanita yang datang.
Ida Irfatul Adha (22) Selaku ketua penyelenggara mengatakan kegiatan donor darah ini sebagai bentuk kontribusi para mahasiswa yang berdomisili di DKI Jakarta dan sekitarnya.
“Alhamdulilah mahasiswa sangat antusias hingga acara ini terselenggara dengan lancar,” tuturnya.
Bahkan kegiatan ini, lanjut Ida dirinya berharap selalu berkesinambungan dan bermanfaat bagi orang banyak serta menambah semangat untuk donor kembali.
“Harapanya semoga semua mahasiswa khususnya pengurus KPMDB Wilayah Jakarta dapat meningkatkan rasa kepedulian sesama ” tambahnya.
Sementara itu, Lulu Unisa (21) salah satu peserta donor darah mengungkapkan rasa senangnya bisa memberikan hal yang bermanfaat bagi orang lain.” Semoga apa yang saya dan temen donor bisa berguna bagi yang membutuhkan,” ungkapnya.
Donor darah ini diikuti oleh peserta dari berbagai kampus di daerah Jakarta dan sekitarnya yakni UMJ, UNPAM, UIN Jakarta, STIE Ahmad Dahlan Jakarta, dan kampus-kampus lainnya serta mahasiswa, dosen dan kalangan masyarakat lainnya. 

Hari Santri, KPMDB Jakarta Santuni Anak Yatim


Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah Brebes (KPMDB) wilayah Jakarta bekerja sama dengan Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Brebes menyelenggarakan kegiatan Santunan yatim piatu di pondok pesantren Sabiluna Ciputat Tangerang Selatan, Minggu (23/10).
Sebanyak 30 orang yatim piatu hadir pada acara tersebut serta mendapatkan bantuan finansial berupa uang dan alat tulis sekolah. Acara ini diprakarsai oleh Bidang Sosial dan Keagamaan KPMDB Wilayah Jakarta ini terbilang sukses, karena menarik perhatian banyak pihak yang ingin turut serta dalam kegiatan sosial khususnya di kegiatan santunan.
“ Acara ini terselenggara atas dasar rasa solidaritas dan kepedulian terhadap sesama,” kata Anisul Fahmi S.Th.I selaku Ketua Umum KPMDB Jakarta. Lanjut Anis, dengan kegiatan seperti ini sebagai bentuk kontribusi pada daerah, karena perlu diketahui bahwa pondok pesantren sabiluna merupakan pondok pesantren yang santrinya didominasi oleh anak-anak kurang mampu asal daerah Brebes.
“Harapannya acara dalam bentuk seperti ini akan terus ada serta untuk memupuk jiwa sosial pengurus KPMDB Jakarta khususnya dalam membantu anak-anak yang kurang beruntung,” tambahnya.
Sementara itu, Taufik Setyaudin, MA selaku kepala sekolah Pondok pesantren Sabiluna yang juga sebagai pembina KPMDB Jakarta mengungkapkan rasa bangganya kepada semua pihak terutama KPMDB Jakarta yang sudah mau peduli dengan anak kurang mampu.
“ Kami atas nama ponpes sabiluna mengapresiasi kepada KPMDB Jakarta yang mempunyai jiwa sosial untuk berbagi kepada anak yatim yang ada di ponpes ini,” ungkapnya
Acara ini juga dimeriahkan oleh beberapa hiburan di antaranya adalah penampilan kesenian Hadroh dari santriwan dan santriwati pondok pesantren Sabiluna serta kegiatan ini juga keterlibatan para santrinya ikut menjadi panitia dalam kegiatan ini.

KPUD Brebes gandeng KPMDB Jakarta Sosialisasi Pemilukada


Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Brebes mengadakan acara yang bertajuk sosialisasi pemilihan umum tahun 2017. Sebanyak 100 peserta hadir Aula FISIP UMJ (Universitas Muhammadiyah Jakarta) mengikuti acara tersebut. Kegiatan ini dikhususkan bagi masyarakat brebes yang berada diluar daerah khususnya di jakarta. Acara ini terselanggara atas kerjasama KPUD Brebes dengan KPMDB (Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah Brebes) wilayah Jakarta.
Acara dimulai pada pukul 10.00 menghadirkan dua pembicara tingkat nasional, Yakni Juri Ardiantoro selaku ketua KPU RI, dan pembicara kedua Daniel Zuhron selaku Komisioner BAWASLU RI dan dipandu oleh bapak Reza Pahlevi selaku Ketua KPUD Brebes.
Menurut Reza Pahlevi, acara Sosialisasi PEMILUKADA ini dimaksud untuk mengajak para perantau yang diluar Brebes, khususnya di Jakarta tentang bagaimana pentingnya menggunakan hak suaranya untuk menentukan masa depan Brebes yang lebih berwibawa. Acara ini merupakan terobosan dari KPUD Brebes yang pertama kali dilakukan dengan bersosialisasi keluar daerah Brebes, “ Saya sangat mengapresiasi program dari KPUD Brebes, saya rasa ini terobosan yang sangat bagus yang bisa dicontoh KPUD  dari luar Brebes,” ungkap Daniel Zuhron saat menyampaikan dihadapan peserta, Minggu (9/10/2016).
Daniel Zuhron mengatakan pentingnya pengawasan dalam suatu pemilu, dan pentingnya peran mahasiswa untuk mengawal pemilu. Terutama pemberian pemahaman kepada masyarakat  tentang sosok-sosok yang akan mencalonkan diri sebagai pemimpin, hal ini agar masyarakat tidak awam dan meminimalisir adanya  politik uang. Dalam penjelasan yang beliau paparkan, sangat mengundang banyak pertanyaan dari peserta maupun tamu undangan, salah satu pertanyaan yang menarik adalah, kenapa dalam PEMILUKADA tidak adanya TPS (Tempat Pemungutan Suara) diluar daerah? lanjut,  Karena hal ini bisa jadi menjadi ladang bagi oknum calon yang memanfaatkannya dengan memobilisasi masa perantau untuk hadir di daerah dengan iming-iming uang ? .
Sedangkan Juri Ardiantoro tentang Regulasi KPU, menjelaskan bagaimana aturan -aturan dalam sebuah pemilihan dan proses yang harus KPUD Jalankan maupun pemilih  yang akan menggunakan hak pilihnya. ” Persoalan yang ada di daerah brebes, sekitar 25% penduduk yang sudah mempunyai hak pilih berada di luar daerah, dengan kondisi mencari nafkah, dibandingkan meluangkan waktu satu hari untuk pulang sekedar memilih dengan meninggalkan aktivitas di jakarta yang menghasilkan uang, pastilah mereka akan memilih melanjutkan aktivitasnya di jakarta, ini menjadi tantangan tersendiri bagi KPUD tentang bagaimana mengajak penduduk perantau untuk berpartisipasi datang ke daerah untuk menggunakan hak pilihnya, demi kesuksesan PEMILUKADA dan memunculkan pemimpin sesuai pilihannya, ” terangnya.
Acara ini juga turut dimeriahkan oleh penampilan dari putra kelahiran brebes yang membawakan teatrikal mini dan pembacaan puisi, pada sesi ini cukup membuat tamu undangan dan peserta mengikhlaskan senyumannya. Setelah disii oleh penjelasan pemateri yang cukup luar biasa, acara sosialisasi PEMILUKADA ini ditutup dengan  penandatangan MOU antara KPUD Brebes dengan KPMDB Wilayah Jakarta, serta  penyerahan sertifikat kepada para peserta.” KPMDB Wilayah Jakarta sangat berterimaksih pada KPUD Brebes yang telah mempercayakan pada kami untuk mensosialisasikan programnya, “ Ucap Anisul Fahmi S.Th.I (Ketua KPMDB Jakarta). 

Kaum Nahdliyin yang Jadi Rebutan Saat Pilkada

       Kaum Nahdliyin yang Jadi Rebutan Saat Pilkada

Oleh: Anisul Fahmi S.Th.I*

Pilkada serentak gelombang kedua diikuti 101 daerah dari tingkat Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Termasuk diantaranya kabupaten Brebes, berbagai strategi dan cara yang dilakukan oleh kedua tim pemenangan dari dua paslon demi mengais simpati masyarakat. Safari politik ke berbagai komunitas dari mulai yang bersifat non formal sampai ormas agama kian semakin deras. Tak luput NU sebagai basis kuat di kabupaten Brebes menjadi target utama untuk mendulang suara. Tak bisa dipungkiri NU selalu menarik menjadi bagian dari ormas Agama idaman dalam pusaran pertarungan politik daerah bahkan nasional. 

NU dan Politik Praktis

NU sebagai sebuah gerakan kerakyatan, NU dengan sadar memilih kelompok Islam tradisional sebagai basis perjuangannya. Hal ini dapat diketahui dengan melihat para pemrakarsa pendiri NU maupun orientasi gerakan awalnya yakni kaum pesantren, yang merupakan benteng Islam tradisional di Indonesia.
Secara resmi, keterlibatan Nahdlatul Ulama (NU) dalam kancah politik praktis (sebagai partai politik) dilakukan sejak tahun 1953 sampai 1973. Namun demikian, bukan berarti peran politik NU hanya terbatas dalam dekade tersebut. Sebelum dan sesudah masa itu, tidak sedikit kegiatan NU yang dampak politiknya justru lebih monumental. Bahkan, ketika NU menjadi bagian penting dari Masyumi (pra NU parpol) dan saat NU masih secara resmi menyalurkan aspirasi politiknya melalui Partai Persatuan Pembangunan (pasca NU parpol), juga merupakan periode–periode penting untuk diungkap. Pada masa pra dan pasca NU sebagai parpol, eksistensi organisasi yang dimotori kaum pesantren, dengan dukungan masa dari masyarakat Islam tradisional sempat dilanda krisis identitas. Berbagai dampak negatif maupun positif akibat lamanya NU terjun dalam politik praktis merupakan alasan utama mengapa masa-masa tersebut penting untuk ditilik.

Sebagaimana catatan hasil penelitian Oleh Greg Fealy (Associate Professor di Australian National University) pada acara Tadarus Islam Nusantara di Jakarta, Greg memaparkan; pada tahun 2010 Warga negara Indonesia 65 % berafiliasi dengan ormas agama. 55 % mengindentifikasi diri sebagai Ahli Sunnah. 45 % mengaku berafiliasi dengan NU dan 8 %  berafiliasi dengan Muhammadiyah.
Sikap warga NU terhadap pemuka agamanya; 51 %  warga NU meminta saran kepada kiai tentang persoalan pribadi dan sosial. Hanya 12 % yang meminta saran kepada kiai tentang politik. Kecendrungan warga NU untuk tidak menggantungkan preferensi politiknya kepada kiai bernilai positif, menurut Greg, sebab pada beberapa kasus saran kiai dalam hal politik bukan berdasarkan pertimbangan kemaslahatan umat.

Demikian catatan penelitian Greg dalam skala nasional, hasil ini paling tidak bisa menjadi analisis hitungan matematis meskipun pergerakan politik selalu dinamis, apa lagi setiap daerah tentunya sangat berbeda dalam hal peta dan corak politik, sebab bicara politik maka bicara data, taktis dan kongkrit tak sebatas analisa belaka.

NU dan Pilkada Brebes

Yang terjadi Pilkada Brebes di tahun 2017 ada usaha dan upaya untuk meyakinkan kepada masyarakat bahwa salah satu calon akan komitmen menjaga nilai-nilai Aswaja bahkan pada acara-acara kultural NU semisal maulidan, rajaban, dan tahlilan, hal itu tidak menjamin akan keberhasilan membangun kepercayaan masyarakat Brebes berbasis NU yang begitu mengakar, bahkan bisa jadi berpotensi langkah yang blunder.

Sebaliknya dari pihak calon lain sangat optimis mendapatkan suara dari nahdliyin apalagi beredarnya selebaran surat intruksi dari pengurus cabang untuk mendukung salah satu dari pasangan calon yang tak semestinya dilakukan, karena bertentangan nilai-nilai semangat Khittah NU, meskipun hal ini kebenarannya masih diperselisihkan, Oleh sebab itu menjadi pertanyaan apakah berpengaruh dan masikah kecendrungan warga NU kultural di Brebes untuk menggantungkan preferensi politiknya kepada kiai/ustadz  cukup tinggi ataukah sebaliknya.

Proses pemahaman masyarakat NU brebes untuk meyakinkan butuh waktu panjang, keterlibatan Pasangan calon Bupati dalam kegiatan acara-acara kultural NU tentunya harus masif dilakukan namun tak bersifat dadakan dalam hal ini sangat diuntungkan bagi calon petahana. Ada beberapa faktor dominan kecendrungan masyarakat memilih atau enggan untuk memilih calon tertentu, baik yang bersumber dari asumsi pribadi atau informasi yang beredar, semisal calon bupati berasal dari petahana dan diusung dari mayoritas partai, atau calon bupati diusung dari partai yang secara ideologi tak sepaham, dan track record sebagai calon. hal-hal demikian yang seharusnya menjadi bagian dari kerja keras team pemenangan untuk mendongkrak suara.

Sedangkan ormas Muhammadiyah tetap diperhitungkan namun tak sepenuhnya menjadi prioritas. Loyalitas dan kepatuhan faham partai yang berafiliasi dengan Muhammadiyah atau NU tak menjamin oleh umat atau anggota untuk mengikuti, dan semacam ini terjadi di Brebes, bisa saja pengaruh suasana hiruk pikuk politik Jakarta, namun hal ini di alami oleh sebagian kecil yang mengikuti perkembangan politik sebab masyarakat Brebes lebih dominan kaum petani tak peduli politik DKI. Karena bagaimanapun demokrasi bukan tujuan utama tapi hanya sebagai alat menuju tujuan yang semestinya. Siapapun yang terpilih tentunya tetap menjadi pemimpin kita semua, Semoga amanat demi kemaslahatan umat menuju Brebes yang bermartabat.




·   Dilahirkan di Desa Dumeling, Wanasari Brebes, sekarang sedang menempuh Program Pascasarjana STAINU Jakarta, Kosentrasi Sejarah Kebudayaan Islam. Ketua Umum KPMDB Jakarta.


Tadarus Salih Ritual Kyai Hasyim Asy’ari

Tadarus Salih Ritual Kyai Hasyim Asy’ari Oleh: Anisul Fahmi Kyai Hasyim Asy’ari sosok figur yang sangat produktif dalam dunia k...